🏈 Jumlah Bacaan Jenis Komik Dan Cerita Rakyat Adalah
Andaisaja ia tahu bahwa Tumang adalah ayahnya, ia tentu tak akan mengusirnya. Dengan hati sedih, Tumang pun pergi meninggalkan Sangkuriang. cerita rakyat gunung tangkuban perahu. Sesampainya di rumah, Sangkuriang bercerita pada ibunya, "Aku hampir saja mendapatkan seekor rusa. Tapi gara-gara Tumang, aku gagal.
8wFQCo6. jenis komik yg sering kita baca berisikan cerita lucu,cerita remaja,super hero disebut dengan.... komik
Jenis komik yang sering kita baca berisikan cerita lucu,remaja, superhero di sebut dengan komik Komik bukuYakni komik yang dikemas dalam bentuk buku dan satu buku biasanya menampilkan sebuah cerita yang utuh. Komik-komik buku biasanya berseri dan satu judul buku komik sering muncul berpuluh seri dan seperti tidak ada habisnya. Komik-komik tersebut ada yang memang menampilkan cerita yang berkelanjutan, tetapi ada juga yang tidak. Maksudnya, antara komik seri sebelum dan sesudah tidak ada kaitan peristiwa dan konflik yang mempunyai sebab Komik humor dan petualanganKomik ini termasuk komik yang sangat digemari oleh anak-anak. Komik humor adalah komik yang secara isi menampilkan sesuatu yang lucu yang mengandung pembaca untuk tertawa ketika menikmati komik tersebut. jadi jawabannya adalah Cmohon jadikan jawaban terbaik. semoga bermanfaat Jawabnya jawabnya benar ya
Man'ga atau juga dikenal dengan komik Jepang adalah salah satu produk J-Pop yang hingga sekarang masih menjadi fenomena yang layak diperbincangkan. Melalui bentuknya yang "ringan", man'ga bisa memuat berbagai macam segi kehidupan di dalamnya. Bahkan, hingga kini manga dijadikan sebagai salah satu rujukan trend dunia. Di sisi lain, man'ga dapat dijadikan sebagai media literasi yang bisa menjangkau hampir semua khalayak pembaca. Melalui bentuk visualnya yang dominan, man'ga dapat dengan mudah diterima oleh pembaca anak. Dengan pertimbangan pembaca anak lebih menyukai bacaan visual, modifikasi dan transformasi cerita klasik dan tradisional menjadi bentuk komik dapat diupayakan sebagai media literasi yang masih kurang. Di samping itu, usaha transformasi tersebut juga dapat turut mengembangkan industri kreatif. Kata kunci komik, literasi, manga, transformasi I. PENDAHULUAN Membaca adalah sebuah kemampuan yang dibangun melalui kebiasaan. Pepatah lama menyebutkan "buku adalah jendela dunia". Aktivitas membaca adalah kemampuan berbahasa yang tidak hanya bertujuan mengatahui isi bahan bacaan. Membaca juga sebuah proses pemahaman yang kemudian bisa menumbuhkan ide dan gagasan baru. Hal ini karena membaca adalah sebuah kegiatan yang dapat mengembangkan cara berpikir berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Pada umumnya, kebiasaan membaca akan membawa seseorang pada kebiasan menulis. Gagasan yang tumbuh dan berkembang oleh karena aktivitas membaca dapat dituangkan kembali melalui kegiatan menulis. Sayuti dalam Pujiono, 2012 menyatakan aktivitas menulis apapun, jodohnya adalah membaca. Keduanya saling berkaitan erat karena menulis itu membutuhkan wawasan dan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 MAN’GA, KOMIK, DAN LITERASI Tienn Immerry Universitas Bung Hatta Herry Nur Hidayat Universitas Andalas Abstrak Man’ga atau juga dikenal dengan komik Jepang adalah salah satu produk J-Pop yang hingga sekarang masih menjadi fenomena yang layak diperbincangkan. Melalui bentuknya yang “ringan”, man’ga bisa memuat berbagai macam segi kehidupan di dalamnya. Bahkan, hingga kini manga dijadikan sebagai salah satu rujukan trend dunia. Di sisi lain, man’ga dapat dijadikan sebagai media literasi yang bisa menjangkau hampir semua khalayak pembaca. Melalui bentuk visualnya yang dominan, man’ga dapat dengan mudah diterima oleh pembaca anak. Dengan pertimbangan pembaca anak lebih menyukai bacaan visual, modifikasi dan transformasi cerita klasik dan tradisional menjadi bentuk komik dapat diupayakan sebagai media literasi yang masih kurang. Di samping itu, usaha transformasi tersebut juga dapat turut mengembangkan industri kreatif. Kata kunci komik, literasi, manga, transformasi I. PENDAHULUAN Membaca adalah sebuah kemampuan yang dibangun melalui kebiasaan. Pepatah lama menyebutkan “buku adalah jendela dunia”. Aktivitas membaca adalah kemampuan berbahasa yang tidak hanya bertujuan mengatahui isi bahan bacaan. Membaca juga sebuah proses pemahaman yang kemudian bisa menumbuhkan ide dan gagasan baru. Hal ini karena membaca adalah sebuah kegiatan yang dapat mengembangkan cara berpikir berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Pada umumnya, kebiasaan membaca akan membawa seseorang pada kebiasan menulis. Gagasan yang tumbuh dan berkembang oleh karena aktivitas membaca dapat dituangkan kembali melalui kegiatan menulis. Sayuti dalam Pujiono, 2012 menyatakan aktivitas menulis apapun, jodohnya adalah membaca. Keduanya saling berkaitan erat karena menulis itu membutuhkan wawasan dan Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 pengetahuan yang memadai. Oleh karena itu, menulis merupakan kerja intelektual yang harus dikembangkan. Atas dasar itulah pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pandidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah GLS. Gerakan ini melibatkan semua unsur dan pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan. Secara umum, gerakan ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat Wiedarti et al. 2016. Sementara itu, pengertian Literasi Sekolah dalam konteks GLS adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/ atau berbicara Faizah et al., 2016. Melalui GLS, sekolah diharapkan menjadi tempat yang menyenangkan dan ramah anak di mana semua warganya menunjukkan empati, kepedulian, semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan, cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Hal tersebut menuntut tersedianya sarana dan media pendukung gerakan ini dalam bentuk yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa berdasarkan karakteristiknya. Di sisi lain, ketersediaan bahan bacaan untuk siswa sekolah terutama tingkat dasar dan menengah masih sangat kurang. Hal ini tentu bertolak belakang dengan prinsip GLS ini yaitu literasi yang sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya dan dilaksanakan secara berimbang menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik. Bahan bacaan literasi berbasis pengetahuan tradisi masih sangat kurang. Di samping itu, penciptaan karya sastra bahan bacaan literasi masih saja “menjauhkan diri” dari pembaca utama, yaitu anak-anak. Bahan bacaan literasi yang ada saat ini masih berbentuk tekstual yang tentunya kurang diminati pembaca anak. Hal ini tentu menghambat tahap pembiasaan dalam GLS yang menuntut tersedianya buku-buku nonpelajaran novel, kumpulan cerpen, buku ilmiah populer, majalah, komik, dsb., sudut baca kelas untuk tempat koleksi Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 bahan bacaan, dan poster-poster tentang motivasi pentingnya membaca Retnaningdyah et al., 2016. Hal tersebut di atas sangat berpengaruh pada keberhasilan GLS ini. Bahan bacaan adalah sarana pengembangan penalaran. Oleh karenanya, diperlukan bentuk bahan bacaan yang sesuai dengan khalayak pembacanya. Ketersediaan dan kemudahan memperoleh bahan bacaan tentunya akan memengaruhi minat baca seseorang. Lebih lanjut, kegiatan membaca tidak dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran kreativitas pengarangan dan penulisan. Kegiatan literasi tidak hanya mencakup kegiatan yang berhubungan dengan teks bacaan. Dengan kata lain, media audio visual juga bisa digunakan sebagai bahan pengayaan dalam kegiatan tersebut. Kreativitas juga menjadi hal yang penting dalam gerakan literasi ini. Mengolah kembali dan mengembangkan hasil bacaan menjadi karya baru bisa menjadi salah satu ukuran keberhasilan gerakan ini. Di sisi lain, pengertian literasi secara umum saat ini telah sedikit bergeser. Literasi saat ini lebih dipahami sebagai sebuah konsep yang ditentukan oleh konteks budaya. Oleh karenanya, pembaca siswa memerlukan cara baru untuk dapat memahami, menganalisis, dan pada akhirnya mampu membentuk variasi teks bacaan Seglem dan Witte, 2009. Mengolah kembali untuk menghadirkan bentuk baru sebuah karya sastra, terutama sastra tradisional, bisa menjadi salah satu alternatif “mendekatkan” karya sastra tradisional kepada generasi muda sesuai dunianya. Cerita klasik dan tradisional bisa diolah kembali menjadi bentuk baru yang lebih menarik bagi pembaca anak-anak. II. PEMBAHASAN Komik Sebagai Media Literasi Komik adalah salah satu bentuk karya seni tertua di dunia. Mc Cloud 1993menyebutkan, manuskrip komik tertua yang ditemukan diperkirakan dibuat pada tahun 1049 SM. Komik tersebut ditemukan di Kolombia oleh Cortez pada tahun 1519 dan isinya bercerita tentang kehebatan seorang tokoh politik masa itu. McCloud menyimpulkan komik adalah gambar yang terpisah tetapi berkelanjutan Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 yang memiliki tujuan sekadar memberi informasi atau untuk menimbulkan respon estetik terhadap penikmatnya. Menurut Stewing dalam Santoso, 2008, buku bergambar adalah sebuah buku yang menjajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerjasama untuk menghasilkan cerita dengan ilustrasi gambar. Biasanya, buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya secara verbal harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga memengaruhi minat siswa untuk membaca cerita. Bonnef dalam Soedarso, 2015 menyebutkan bahwa komik merupakan sebuah susunan gambar dan kata yang bertujuan untuk memberikan informasi yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebuah komik selalu memanfaatkan ruang gambar dengan tata letak. Hal tersebut agar gambar membentuk cerita, yang dituangkan dalam bentuk dan tanda. Komik juga termasuk dalam karya sastra, yaitu sastra bergambar. Jika memperhatikan pengertian-pengertian di atas, komik di Indonesia muncul berabad yang lalu. Candi Borobudur dengan relief yang “bercerita” tentu dapat dikatakan sebagai komik. Demikian pula candi Prambanan dengan relief yang berisi penggalan cerita Ramayana. Rahmanadji 2012 berpendapat bahwa sejarah komik Indonesia dapat ditelusuri sampai ke masa prasejarah. Bukti pertama terdapat pada monumen-monumen keagamaan yang terbuat dari batu candi. Kemudian, lebih dekat dengan masa kini, ada wayang beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar yang dapat dianggap sebagai cikal bakal komik di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa perjalanan perkembangan komik di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Menurut Gierlang 2015, pada zaman kolonial Belanda pada tahun 1930 telah muncul komik karya Kho Wang Gie. Tokoh rekaannya, Put On, mampu menarik perhatian publik dengan karakternya yang unik. Dekade 1970-1980-an, bisa disebut sebagai era keemasan komik Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyak munculnya komik yang hingga saat ini masih dikenal. Si Buta dari Gua Hantu, Jaka Tuak, Panji Tengkorak, Gundala Putra Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 Petir, Mahabarata, dan Ramayana, adalah beberapa komik yang sangat dinanti kemunculannya pada saat itu. Namun pada dekade berikutnya, dunia komik Indonesia mengalami masa suram. Komik lokal tersingkir oleh komik luar negeri yang lebih menguasai pasar komik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan banyak ditemukannya komik komik Jepang yang lebih dikenal dengan mang’a. Bisa dikatakan bahwa era 1990-2000, komik di Indonesia didominasi oleh komik Jepang tersebut. Di Indonesia, man’ga mulai banyak dikenal setelah tayangan anime marak di televisi. Perkenalan dengan anime tersebut, akhirnya membawa ketertarikan pada man’ga. Di samping itu, kemajuan teknologi informasi turut mengembangkan pengaruh man’gadi Indonesia. Tumbuh dan berkembangnya J- Pop menjadi salah satu unsur penting dalam perkembangan man’ga di Indonesia. Hingga saat ini, tidak sulit menemukan man’ga di toko buku. Meskipun demikian, keberadaan komik lokal tidak benar-benar mati. Pada kurun waktu itu, komik di Indonesia didominasi oleh komik strip yang diterbitkan di surat kabar. Mengangkat peristiwa-peristiwa dan kritik sosial, komik strip ini tetap mendapat perhatian pembaca. Siapa yang tidak kenal Panji Koming, Doyok, maupun Ali Oncom? Di sisi lain, hal ini patut disayangkan karena berakibat pada pemahaman generasi muda terhadap pengetahuan nilai-nilai lokal. Pembaca muda lebih mengenal tokoh-tokoh rekaan yang berasal dari Jepang dibandingkan tokoh-tokoh nasional baik tokoh pahlawan maupun tokoh fiksi. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran, khususnya tentang pengetahuan nilai-nilai tradisional. Tidak bisa dimungkiri, kehidupan manusia didominasi oleh gambar visual. Manusia akan lebih mudah memahami sesuatu melalui gambar jika dibanding pendengaran. Dalam hal ini, media pembelajaran bagi siswa sekolah menggunakan buku bergambar diharapkan dapat meningkatkan daya pemahaman siswa terhadap materi. Piaget dalam Santoso, 2008 menyatakan bahwa anak yang masih berada pada tahap operasional kongkrit 7-10 tahun memiliki cara berpikir yang masih didasarkan pada bantuan benda-benda atau peristiwa- Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 peristiwa yang langsung dilihat dan dialaminya. Sehubungan dengan hal itu, buku bergambar akan dapat membantu siswa untuk mengkongkretkan pembelajaran apresiasi cerita. Di samping itu, sebagai salah satu bentuk karya sastra komik mengangkat muatan cerita yang dapat disesuaikan dengan khalayak pembacanya. Dalam hal ini, komik dapat dibuat dengan materi cerita yang sesuai dengan alam dan harapan anak-anak siswa. Cerita kepahlawanan dan petualangan adalah contoh muatan yang menarik perhatian pembaca anak. Sebagai media pembelajaran, komik bisa juga dibuat dengan memuat nilai-nilai pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak. Dengan kata lain, komik juga memiliki fungsi edukatif. Seto Mulyadi dalam Soedarso, 2015 mengatakan bahwa bacaan komik dapat membantu memvisualisasikan imajinasi anak yang belum bisa membaca. Visualisasi anak diperlukan karena imajinasi mereka masih sangat terbatas. Seto Mulyadi juga menambahkan orang tua sebaiknya mengenalkan buku teks, termasuk buku cerita ketika anak-anak sudah pada usia lancar membaca. Uraian di atas menunjukkan perlunya mendekatkan bahan bacaan pada bentuk yang diminati khalayak pembaca. Oleh karena pertimbangan sebagai media literasi berbasis pengetahuan tradisional, materi atau muatan yang hendak disampaikan harus juga disesuaikan dengan pelaku pembelajaran. Muatan pendidikan dan pengajaran yang terkandung dalam karya sastra tradisional perlu ditransformasikan menjadi bentuk yang lebih menarik bagi anak. Karya komik menjadi salah satu pilihan yang sangat memungkinkan untuk pertimbangan tersebut. Belajar dari apa yang telah dilakukan oleh bangsa Jepang terhadap mang’a, cerita-cerita rakyat bisa dialihmediakan menjadi bentuk komik. Media literasi berbentuk cerita bergambar diharapkan akan lebih diminati dan lebih mudah dipahami isi dan muatan yang terkandung di dalamnya. Alih media cerita rakyat menjadi komik juga bisa disebut sebagai revitalisasi karya tradisional yang kini mulai “jauh” dari pemiliknya. Tentunya, misi mengenalkan kembali ragam cerita rakyat yang dimiliki menjadi sangat penting untuk melestarikan dan mengembangkannya. Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 Di samping itu, gerakan literasi bukan hanya gerakan membaca. Gerakan literasi juga menuntut kemampuan daya kreativitas pembaca terhadap bahan bacaan dapat memanfaatkan hasil alih media ini untuk menghasilkan karya-karya baru. Tentunya, karya baru tersebut tetap mengangkat muatan pengetahuan tradisional oleh karena sumber bacaan yang dikandungnya. Seorang pembaca, secara individual akan menyusun makna bahan bacaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal inilah yang diharapkan kemudian menumbuhkan daya kritis pembaca terhadap bahan bacaan oleh karena “pertarungan” makna yang diperoleh dengan yang disusun oleh pengarang. Dalam konteks pembacaan karya sastra, pembaca adalah agen aktif dan kreatif terhadap pengembangan karya sastra secara umum Gillenwater, 2009. Uraian ini menunjukkan bahwa semakin mudah pembaca memahami sebuah bahan bacaan, akan semakin mudah pula memancing daya kreatifnya. Mengenal dan mengetahui ragam cerita rakyat akan menjadi modal utama bagi anak untuk mengembangkan daya aktif dan kreatifnya. Melalui pendekatan literasi visual bahan bacaan komik, pembaca dituntut untuk mengeksplorasi pertentangan keinginan imajinasi dan tampilan yang muncul dalam gambar. Di samping itu, pembaca akan lebih memahami hubungan dan interaksi antara budaya populer dengan karya tradisi yang dibacanya Bitz, 2004. Melalui komik sebagai bahan bacaan, pembaca akan memperlihatkan perbedaan minat membaca anak-anak terutama jika dibandingkan dengan teks yang hanya berisi tulisan. Sering dijumpai anak membaca tanpa memahami muatan yang dibacanya. McVicker 2007 menyatakan bahwa melalui komik yang cenderung lucu, bersifat visual, dan teks tulisan yang terbatas dapat menumbuhkan minat baca anak menuju teks bacaan yang lebih kompleks. Lebih lanjut, bahan bacaan berbentuk komik dapat mendorong pembaca menjadi lebih kreatif. Hal ini didukung Hidayat, Wasana, dan Meigalia 2015 yang menyatakan bahwa komik juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk bahan ajar yang paling mudah diterima oleh anak didik. Anak didik akan lebih mudah menerima dan memahami materi dan muatan-muatan yang terdapat dalam komik. Tidak sedikit komik yang mengandung muatan positif yang pada akhirnya tertanam pada anak Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 didik. Tidak mengherankan apabila anak didik akan lebih memilih membaca komik daripada buku teks. Bahkan, beberapa buku teks pengantar bidang ilmu telah ditransformasi menjadi bentuk komik. Di samping itu, Schwarz 2002 juga menyatakan bahwa membaca cerita bergambar menuntut kemampuan kognitif yang lebih kompleks dibanding membaca bahan bacaan teks tulis biasa. Pengenalan dan pengembangan narasi kebangsaan adalah salah satu tujuan gerakan literasi. Secara umum, narasi kebangsaan berkaitan erat dengan identitas dan ciri khas sebuah bangsa yang juga berhubungan langsung dengan karakter, perilaku, sikap, dan mental. Tidak sedikit dari unsur-unsur tersebut yang dikandung dalam karya sastra tradisional, terutama cerita rakyat. Hal inilah yang lebih banyak dikenal sebagai muatan lokal. Pada awal perkembangannya, komik Indonesia diketahui telah mengangkat muatan-muatan tradisional di dalamnya. Lahirnja Gatotkatja, Raden Palasara, Pendekar Sorik Marapi, serta serial Mahabarata dan Ramayana adalah sedikit contoh dari komik Indonesia yang mengangkat budaya tradisional. Pembaca komik generasi tahun 1970-1980 pasti dengan mudah menyebut dan menjelaskan muatan budaya tradisional yang terkandung dalam komik masa itu. Hal tersebut sangat berbeda jika dibandingkan dengan pembaca komik masa kini. Pembaca komik masa kini lebih mengenal budaya asing daripada budaya lokal. Tokoh, mitos, legenda, bahkan nama makanan tradisional asal Jepang dalam komik Naruto, Doraemon, atau One Piece sekarang ini lebih dikenal oleh anak-anak. Namun demikian, usaha untuk mengangkat muatan tradisi lokal dalam komik tidak benar-benar hilang. Ariesta 2013 menyatakan bahwa memasuki abad XXI, para seniman muda komik Indonesia yang pedulim ulai memasukkan nilai-nilai budaya lokal dalam komik mereka, dengan mengadaptasi gaya man’ga yang diminati oleh para remaja. Salah satu komikus yang mengusung nilai-nilai budaya lokal adalah Is Yuniarto lewat komiknya yang berjudul Garudayana dengan latar kisah Ramayana. Eksplorasi nilai budaya yang disuguhkan oleh Is Yuniarto lebih luas dari komik-komik wayang terdahulu. Is Yuniarto lebih berani mencampur dan menampilkan produk budaya Nusantara di dalam komiknya, Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 seperti rumah adat tiap daerah di Indonesia, kendaraan, hingga tokoh-tokoh yang ada dalam cerita rakyat. Namun demikian, komik lokal tetap hidup dan berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi. Sejak tahun 2000-an, banyak muncul komunitas yang mencoba menyemarakkan kembali komik Indonesia. Sejak tahun 2010, komik Indonesia banyak muncul di internet. Melalui blog dan sosial media, komikus Indonesia menunjukkan eksistensinya. Meskipun menunjukkan gaya man’ga, hal ini menunjukkan geliat kehidupan komik Indonesia Tamimy 2017. Pengaruh gaya man’ga tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa komik adalah hasil karya budaya yang memiliki kekuatan untuk membentuk budaya sebuah kelompok lain. Seno Gumira Ajidarma dalam Ariesta, 2013 menyebut komik sebagai salah satu situs perjuangan ideologi. Maksudnya adalah di dalam komik tersebut bisa menjadi media dalam menyerang pembaca dengan ideologi-ideologi tertentu, sehingga hal itu berulang terus-menerus, hingga ideologi tersebut akan tertanam pada diri pembaca yang akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Oleh karenanya, muatan budaya yang diangkat dalam komik diharapkan dapat menanamkan pengetahuan dan pemahaman pembaca terutama anak akan pengetahuan tradisi lokal. Pengetahuan yang diperoleh secara terus menerus dan berkelanjutan tersebut akhirnya diharapkan dapat turut membentuk karakter dan perilaku sebagai ciri khas bangsa. Beberapa contoh komik yang dihasilkan oleh komikus Indonesia yang mengangkat muatan lokal misalnya Garudayana yang telah diuraikan di atas, Bima Satria Garuda yang diangkat dari serial televisi, serta Nusantaranger yang menampilkan mitos yang ada di wilayah nusantara Akhmad, 2015. Di samping itu, sebuah komunitas komikus Bumi Langit mereproduksi komik-komik lama dan diterbitkan secara daring melalui media sosial facebook. Komik-komik tersebut adalah Si Buta dari Gua Hantu, Aquanus, [R]Evolusi, Sri Asih, Nusantara, masih banyak lagi. Komik-komik tersebut mencoba mengenalkan kembali pengetahuan tradisi lokal yang dikemas ulang menjadi lebih berterima sesuai perkembangan teknologi informasi. Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 Kajian akademik yang membicarakan bentuk transformasi karya sastra tradisional menjadi komik juga telah banyak dilakukan. Ariesta 2013 melakukan kajian terhadap potensi budaya lokal sebagai bahan berkarya komik. Menurutnya, dengan mengangkat budaya lokal komik dapat digunakan sebagai sarana mengenalkan budaya Indonesia yang sangat beragam. Hal serupa dilakukan oleh Dhien 2006 yang melakukan perancangan cerita komik Hyang. Tujuan utama kajiannya adalah mengenalkan kembali kesenian wayang bagi generasi muda. Revitalisasi karya sastra klasik dengan melakukan transformasi media menjadi komik juga dilakukan terhadap manuskrip. Hasil suntingan manuskrip tersebut dialihmediakan menjadi komik berjudul Hikayat Raja Kerang Sundusiah, Yulianeta, dan Halimah, 2009; Yulianeta, Halimah, dan Sundusiah, 2009; Yulianeta, Sundusiah, dan Halimah, 2014. Pada tahap selanjutnya, Hikayat Raja Kerang ditransformasi menjadi film animasi Yulianeta, Sundusiah, dan Halimah, 2017. Transformasi karya sastra tradisional juga dilakukan terhadap kaba. Dalam hal ini, cerita kaba Sabai Nan Aluih dialihmediakan menjadi komik. Di samping maksud mendekatkan karya sastra tradisi pada pembaca anak, alih media ini juga wujud usaha pengembangan media pembelajaran Hidayat, Wasana, dan Kadrianto, 2012; Wasana, Hidayat, dan Meigalia, 2013. Usaha alih media ini menghasilkan buku komik Sabai Nan Aluih Parmato, Orianty, dan Novita, 2015. Di samping kaba, cerita rakyat Minangkabau juga dialihmediakan menjadi bahan bacaan literasi Wasana dan Hidayat, 2018. Sebagai bahan bacaan, hasil usaha alih media tersebut diharapkan dapat menumbuhkan daya kreatif pembacanya. Hasil pembacaan tersebut akan menumbuhkan daya kritis pembaca untuk kemudian menghasilkan karya baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. III. PENUTUP Selain bertujuan mendekatkan dan mengenalkan kembali revitalisasi karya tradisi, alih media menjadi komik juga bisa dimanfaatkan sebagai media Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 pembelajaran dan bahan bacaan GLS. Pengetahuan akan tradisi lokal, secara tidak langsung akan membangun narasi kebangsaan yang kuat. Usaha alih media tersebut diharapkan dapat menarik minat generasi muda terhadap muatan lokal sebagai bagian dari dirinya. Sebagai sebuah bangsa yang memiliki keragaman budaya tradisi, pengenalan terhadap budaya lokal adalah salah satu ciri keberhasilan pengembangan narasi kebangsan. DAFTAR PUSTAKA Akhmad, Reza. 2015. “11 Komik Indonesia yang Seharusnya Sudah Pernah Kamu Baca.” Oktober 30, 2018. Ariesta, Alvyanda. 2013. “Kebudayaan Lokal sebagai Potensi dalam Berkarya Komik.” Bercadik Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni 11. Bitz, Michael. 2004. “The Comic Book Project Forging alternative pathways to literacy.” Journal of Adolescent & Adult Literacy 477 574. Dhien, Kurnia. 2006. Perancangan Komik Hyang dalam Menumbuhkan Apresiasi Generasi Muda kepada Kesenian Wayang. Surakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. “Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah.” Faizah, Dewi Utama et al. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah SD. Jakarta Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gierlang. 2015. “Menelusuri Perkembangan Komik Indonesia Masa ke Masa.” Indonesia Kreatif. Oktober 4, 2018. Gillenwater, Cary. 2009. “Lost literacy How graphic novels can recover visual literacy in the literacy classroom.” Afterimage 372 33–36. Hidayat, Herry Nur, Wasana, dan Kadrianto. 2012. ALIH MEDIA KABA Alternatif Revitalisasi Sastra Minangkabau. Padang. Hidayat, Herry Nur, Wasana, dan Eka Meigalia. 2015. “Komik Kaba Bahan Pengayaan Pembelajaran Muatan Lokal Minangkabau.” In Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wialayah Barat Bidang Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya, Jakarta Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, 165. Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 McCloud, Scott. 1993. Understanding Comics The Invisible Art. New York HarperPerennial. McVicker, Claudia J. 2007. “Comic Strips as a Text Structure for Learning to Read.” The Reading Teacher 611 85–88. Parmato, Yastri Julian, Like Suci Orianty, dan Dwi Novita. 2015. Sabai Nan Aluih Komik Kaba Minangkabau. ed. Herry Nur Hidayat, Wasana, Eka Meigalia, dan Pramono. Padang SURI - FIB Unand. Pujiono, Setiawan. 2012. “Berpikir Kritis dalam Literasi Membaca dan Menulis untuk Memperkuat Jati Diri Bangsa.” Pengembangan Kebahasaan dan Kesusastraan melalui Nilai-Nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Jati Diri Bangsa 778–83. Rahmanadji, Didiek. 2012. AWAL EKSISTENSI KOMIK INDONESIA SEBAGAI PRODUK BUDAYA NASIONAL. 1. Oktober 4, 2018. Retnaningdyah, Pratiwi et al. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah SMP. Jakarta Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Santoso, Hari. 2008. Membangun Minat Baca Anak Usia Dini Melalui Penyediaan Buku Bergambar. Malang. minat baca anak usia dini melalui penyediaan buku Schwarz, Gretchen E. 2002. “Graphic novels for multiple literacies.” Journal of Adolescent & Adult Literacy 463 262. Seglem, Robyn, dan Shelbie Witte. 2009. “You Gotta See It to Believe It Teaching Visual Literacy in the English Classroom.” Journal of Adolescent & Adult Literacy 533 216–26. Soedarso, Nick. 2015. “Komik Karya Sastra Bergambar.” Humaniora 64 496–506. Sundusiah, Suci, Yulianeta, dan Halimah. 2009. “TRANSFORMASI SASTRA KLASIK MENJADI KOMIK SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN SASTRA ANAK.” In Konferensi Kesusastraan Internasional XX Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia, Bandung. Tamimy, Muhamad Fadhol. 2017. “Sejarah Perkembangan Manga di Indonesia Dari Waktu ke Waktu.” Kakkoii News. Oktober 4, 2018. Prosiding Seminar Nasional “Jepang dan Indonesia dalam Perspektif Humaniora”, 07 November 2018 Wasana, dan Herry Nur Hidayat. 2018. Transformasi Folklore Minangkabau Menjadi Bahan Bacaan Literasi dan Pengembangan Karakter Kebangsaan. Padang. Wasana, Herry Nur Hidayat, dan Eka Meigalia. 2013. KOMIK KABA ALTERNATIF REVITALISASI SASTRA MINANGKABAU. Padang. Wiedarti, Pangesti et al. 2016. Desain induk gerakan literasi sekolah. Jakarta Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yulianeta, Halimah, dan Suci Sundusiah. 2009. Transformasi Hikayat Raja Kerang ke Dalam Komik Sastra Sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Dasar. Bandung. Yulianeta, Suci Sundusiah, dan Halimah. 2014. “Transformasi Hikayat Raja Kerang ke dalam Komik Sastra sebagai Bahan Ajar Anak di Sekolah Dasar.” In Naskah dan Relevansinya dalam Kehidupan Masa Kini, Padang PSIKM. ———. 2017. “Revitalisasi Naskah Klasik Hikayat Raja Kerang ke dalam Film Animasi sebagai Media Pembelajaran Sastra di Era Digital.” 8April 26–33. Minangkabau is one of the tribes in Indonesia that tends to use figurative language. However, as technology advances, its use has begun to diminish. one of the reasons is the young generation's lack of understanding of the meaning of the figurative language. This paper describes the effort to enhance the knowledge and understanding of Minangkabau idioms. The use of Minangkabau idioms is now suspected to be diminishing due to the limited knowledge of the younger generation of the idiom meaning. One attempt to reintroduce the meaning of the Minangkabau idiom is through transformation into an image form. This research collects idioms that are directly related to daily life. Selected idioms that carry moral contents and daily life guidance are transformed into visual forms, comic strips, and illustrations. It is expected, the transformation will increase knowledge and facilitate the understanding of the younger generation, especially towards the Minangkabau idioms. In other words, this research is one of the efforts to revitalize and socialize Minangkabau traditional culture. Herry Nur HidayatWasanaEka MeigaliaAbstrak Kaba adalah salah satu karya sastra khas Minangkabau. Seperti halnya karya sastra tradisional lainnya, kaba memiliki muatan lokal yang sarat dengan pembelajaran. Di sisi lain, minat terhadap karya sastra tradisional ini mulai memudar seiring berjalannya waktu. Artikel ini memaparkan salah satu bentuk revitalisasi kaba sebagai produk lokal Minangkabau. Melalui transformasi bentuk dari prosa menjadi komik, diharapkan minat terhadap kaba akan bertambah. Di samping itu, transformasi bentuk ini juga dapat dipergunakan sebagai pengayaan bahan ajar muatan lokal. Melalui tahap interpretasi, kaba Sabai Nan Aluih diolah dan ditransformasikan menjadi bentuk komik. Dalam hal ini, interpretasi dilakukan terhadap visualisasi tokoh dan alur cerita. Lebih lanjut, alur cerita diolah kembali sehingga jalan cerita menjadi lebih menarik. Kata kunci kaba, Sabai Nan Aluih, komik, transformasi. Abstract Kaba is one of Minangkabau literature. Like others traditional literary works, kaba has lots of local contents that is full of learning materials. But through times, the interest of this kind is fading. This article describes an alternative form to revitalized kaba. The transformation from prose to comics form, the interest of kaba may increase. Also, this transformation product could be used as learning materials enrichment of local cotents. Through interpretation, kaba Sabai Nan Aluih was processed and transformed into comic. Interpretation on characters visualization and replotting storyline may results more interesting story. Claudia McvickerTeachers can use comics for reading instruction by capitalizing on their colorful graphic representation. Technology and reading are wed during the use of the Internet, and readers must rely on their visual literacy skills–a group of vision competencies people can hone for comprehension. This article reports on strategies for developing visual literacy skills by using comic strips. Comic strips provide a quick, concise way to teach and apply reading skills for practice or remediation. Suggestions for using a comic strip comprehension game on an educational website as well as strips from the daily paper are the definition of literacy and using visual strategies comprehensively can strongly affect student learning. Educators can contribute to the growth and understanding of the world of nonprint text by helping students learn to read and create visual products critically. When educators bridge popular culture and traditional texts, students become authentically motivated and engaged in their learning. This article highlights vignettes of visual literacy at work through successful classroom SoedarsoComic book is a literary medium which communicates via images. It has been part of Indonesian culture since a long time. Back to the 9th century, reliefs of Borobudur temple are proves of the early comic culture in Indonesia. Each relief panel of the Borobudur temple was made with a series of sequential scenes that depict many scenes of the 8th century’s daily life in ancient Java and the story of Sudhana and Manohara. It was made with the same principle of any comics nowadays. This article is a literature study with data gathered from both printed and electronic media. Field observation was done as well to obtain concrete data. Based on the result, comics can be categorized by its forms and formats, such as comic strip, comic book, and graphic novel. With stunning images and increasing in genres, comics easily become one of mass culture. Comics had a lowbrow reputation for much of its history, but nowadays it recieves more and more positive recognition and within academia. Its contribution to the field of entertainment, education, and imagination, especially to the young generation, makes comics as one of the important means of communication. Michael BitzIn this arts-based literacy initiative in urban after-school environments, children brainstormed, outlined, sketched, wrote, and designed original comic books that represented their lives as urban McCloudEl autor ofrece un acercamiento al mundo de las historietas desde el punto de vista de que se trata de un medio de comunicación con una estructura y un lenguaje propio. Analizan los diversos elementos de las historietas, desde el vocabulario hasta su diseño y su akan tradisi lokal, secara tidak langsung akan membangun narasi kebangsaan yang kuatDan Bahan BacaanGlsdan bahan bacaan GLS. Pengetahuan akan tradisi lokal, secara tidak langsung akan membangun narasi kebangsaan yang Komik Indonesia yang Seharusnya Sudah Pernah Kamu BacaReza AkhmadAkhmad, Reza. 2015. "11 Komik Indonesia yang Seharusnya Sudah Pernah Kamu Baca." Oktober 30, 2018.
jumlah bacaan jenis komik dan cerita rakyat adalah